Minim Guru Dan Fasilitas, Sekolah Kristen Terancam Tutup
Tiakur, EXPO MBD
Minimnya tenaga guru dan fasilitas saat ini untuk sekolah Kristen di kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), cukup memberikan ruang dan waktu sebagai ancaman ditutup dan dialihkan fungsi menjadi sekolah Negeri. Dengan rasio peran dunia pendidikan di kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) sangat rendah di propinsi Maluku.
Hal ini disampaikan Yesry Lolopaly, SH ketua Fraksi Demokrat kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) saat diwawancarai di ruang Fraksi Demokrat kabupaten MBD jumat (26/06/2020). Dibutuhkan peran penting oleh pemerintah daerah kabupaten MBD, maupun pemimpin-pemimpin agama khususnya Kristen. Sebab sekolah-sekolah Kristen yang ada merupakan ciri khas kekristenan di wilayah ini.
Menurut Yesry, sebagaimana filosofi Lahirnya kabupaten MBD adalah Agama dan Budaya, yang dilambangkan dengan Salib dan Perahu tersirat dalam master plan kota Tiakur. Maka inilah jati diri dengan ciri khas sekolah-sekolah Kristen. Jauh sebelum MBD dimekarkan, memberikan kontibusi besar dengan mencerdaskan putera-puteri terbaiknya dari sekolah Kristen.
Dikatakan Yesry, ada sederetan persoalan yakni minimnya fasilitas dan tenaga guru khusus Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk sekolah Kristen. Ditambah dengan prosedur aturan penempatan ASN ke sekolah Kristen ada batasannya, sedangkan lebih diperioritaskan kepada sekolah negeri. Apalagi ditambah dengan kebijakan pemerintah pusat dengan sistem rekruitmen ASN 5 tahun sekali.
Ungkap Yesry, data dari Badan Kepegawaian dan Sumberdaya Manusia (BKPSDM), pada setiap tahunnya untuk angka pensiunan ASN sebanyak kurang lebih 50 ASN. Sehingga ada kekosongan dan menjadikan sekolah-sekolah Negeri jadi perioritas pemerintah daerah. Ini menjadi dasar dan acuan kalau sekolah Kristen terancam ditutup, andai tidak diperhatikan secara baik.
Ulas Yesry, ada 62 Sekolah Dasar (SD) Kristen dari 155 SD dan 8 Sekolah Menengah Pertama (SMP) dari 58 SMP yang ada di kabupaten MBD. Bagaimanakah nasib sekolah-sekolah Kristen ini kedepan? Maka saat ini perlu peran pemerintah dan sinode Gereja Protestan Maluku (GPM), untuk bertanggungjawab secara langsung dan dapat berkonsultasi dengan Kementerian Agama.
Tegas Yesry, menjadi catatan kritis sehingga diperhatikan bahwa, pendirian sekolah-sekolah Kristen bukan semata-mata merupakan pendapatan keuangan dan nama baik gereja. Tetapi lahirnya untuk membentuk pribadi-pribadi yang mengetahui Yesus Kristus. Sehingga kelak menjadi pemimpin yang takut akan Tuhan sebagai Juru Selamat.
Diakhir penyampaiannya, Yesry berharap sekali-kali ada roling sehingga pendeta bukan hanya menjadi penghotbah pada setiap hari minggu saja. Akan tetapi dapat menjadi pengajar juga untuk sekolah-sekolah Kristen, sebagai wujud tanggungjawab bersama. (VQ)