Ketua FKUB MBD Sesali Konflik Elo
Tiakur, EXPO MBD
Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Pdt. M. M. Timisela, S.Th sangat menyesali konflik yang terjadi di desa Elo, kecamatan Mdona Hyera, kabupaten MBD. Dimana terjadi penyerangan dan lemparan batu terhadap rumah ibadah Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) jemaat Elo, pada Selasa (16/11).
Menurut Pdt. M. M. Timisela, S.Th yang juga Ketua Klasis Leti Moa Lakor (Lemola) Gereja Protestan Maluku (GPM) bahwa sebagai ketua FKUB kabupaten MBD sangatlah tidak setuju dengan cara-cara arogan yang dilakukan dalam menyelesaikan persoalan. Tetapi hendaknya dilakukan dengan pendekatan budaya, tradisi dan kearifan lokal dalam bingkai “Nyolilieta”.
“Selaku ketua FKUB kabupaten MBD, saya sangat menyesali konflik yang telah terjadi di desa Elo, tetapi juga tidak setuju dengan cara-cara yang arogan dalam menyelesaikan persoalan. Sebaiknya dilakukan dengan cara yang santun dalam bingkai budaya nyolileta. Karena kabupaten MBD sangat kaya akan budaya, tradisi dan kearifan lokal sebagai pemersatu,” ungkapnya.
Dikatakan Timisela, penanganan persoalan dengan menggunakan pendekatan kekeluargaan dan musyawarah termasuk penerapan kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat cukup efektif selama ini. Karena melalui pendekatan tersebut, nilai-nilai dan norma yang berlaku, peran lembaga lokal serta tokoh masyarakat dapat diaktualisasi dalam penanganannya.
Hematnya, kalau misalkan ada kesadaran dan tenggang rasa bersama untuk psikologi minoritas diantara mayoritas, sehingga terbangun koordinasi yang baik sudah pasti tidak akan terjadi konflik. Ada juga anjuran, sehingga semua kegiatan-kegiatan keagamaan itu dapat dikoordinasikan dengan baik dengan semua pihak yang terkait didalamnya.
“Kalau semua langkah-langkah ini dilakukan dengan baik, menurut saya tidak akan ada kejadian yang terjadi seperti sekarang. Ini juga menjadi pelajaran untuk kita kedepan di wilayah MBD. Sebagai ketua FKUB kabupaten MBD, saya meminta kepada semua pihak untuk kita bersabar, menenangkan diri kita dan mencari solusi untuk menyelesaikan masalah ini dengan tuntas,” harapnya.
Sebab kabupaten bertajuk kalwedo ini mempunyai ikatan kekeluargaan, adat istiadat, kebiasaan dan budaya nyoliliata yang harus dikedepankan dalam penyelesaian persoalan-persoalan yang terjadi. Sehingga tidak dapat mencoreng dan membias di publik, agar tidak juga menjadi pembelajaran yang tidak baik bagi generasi, ujarnya mengakhiri. (VQ)