Permen Laris Ketika Uang Kembalian Recehan Diganti

Catatan : Vecky Kufla EXPO MBD

Awal berbelana tidak ada niat konsumen membeli permen tetapi menjadi laris manis di Tiakur ibukota kabupaten Maluku Barat daya (MBD), ketika kemasan untuk pelaku usaha tidak menyediakan uang kembalian pecahan Rp. 1.000. Nilai ini kemudian digantikan dengan permen yang sudah disiapkan dan ditawarkan ke konsumen atau pembeli. Sembari menyodorkan permen, kasir dengan senyum penuh harap berkata maaf tidak ada uang kembalian.

Metode inipun telah terpola sehingga menjadi kebiasaan dan terasa biasa saja, seakan bukan merupakan sebuah kesalahan. Hal ditulis media EXPO MBD berdasarkan fakta yang terjadi lapangan. Sebab ketika konsumen diberikan kembalian permen sebagai pengganti uang kembalian pecahan kecil, konsumen berhak menolak. Ketika merasa dirugikan tentu dapat mengadukan ke pihak berwenang.

Bagi setiap individu sudah tentu nilai recehan pengembalian Rp. 1.000 ini tidaklah berarti. Biasa saja cuman itu, tetapi ketika metode ini terus dilakukan berulang saat ditambahakan menjadi besar jumlahnya. Misalnya ada 100 0rang sudah tentu belanja permen menjadi Rp. 100 ribu. Padahal kenyataan itu tidak ada dalam konsep awal pembeli, dan akhirnya yang diuntungkan adalah pelaku usaha.

Berdasarkan penelusuran dari Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang konsumen Pasal 15 mengatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan fisik maupun psikis terhadap konsumen. Sanksinya pidana penjara 5 (lima) tahun dan pidana denda Rp. 2 Miliar.

Akan tetapi, melihat dari bagaimana kembalian berupa permen diberikan kepada pembeli, sepertinya agak sulit untuk menerapkan pasal ini kepada unsur “menawarkan” barang/menawarkan permen disini tidak ada. Hal ini karena pengembalian permen diberikan begitu saja oleh penjual penjual tanpa ada niat atau bermaksud untuk “menawarkan”.

Tetapi sebaliknya ketika terjadi kesepakatan penggunaan permen sebagai pengganti uang kembalian, maka hal itu tidak akan menjadi masalah. Tetapi ketika ditelaah lebih lanjut dari UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 1999.

Menurut Pasal 2 ayat (3) UU Bank Indonesia bahwa setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di Negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan peraturan Bank Indonesia.

Sedangkan sanksi bagi yang dengan sengaja melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berdasarkan Pasal 65 UU Bank Indonesia adalah diancam pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan, serta denda sekurang-kurangnya Rp. 2 juta dan paling banyak Rp. 6 juta.

Memberikan kembalian merupakan kewajiban yang harus dipenuhi penjual, peremen sebagai kembalian bukan mata uang. Maka sudah dapat dipastikan bahwa pengembalian dalam bentuk permen tidaklah dibenarkan, merupakan pelanggaran UU. Sehingga penjual yang memberikan kembalian dalam bentuk permen dapat saja dipidana berdasarkan UU Bank Indonesia.

Tinggalkan Balasan