Jargon “Kalwedo” Viral, Latupati Pulau Moa Angkat Suara
Tiakur, EXPO MBD
Viral penggunaan kata kalwedo sebagai jargon salah satu bakal pasangan calon yakni Nikolas Johan kilikily dan Desianus Orno yang akan bertarung dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) pada desember mendatang. Akhirnya Latupati pulau Moa angkat suara dengan pernyataan penolakan penggunaan kata kalwedo sebagai sebagai jargon kalwedo.
Hal ini disampaikan para Latupati pulau Moa saat konferensi pers yang terselenggara di ruang rapat kantor bupati kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), senin (22/09). Menyikapi perkembangan proses pilkada kabupaten MBD tahun 2020, sangat disadari bahwa cukup memberikan pengaruh dalam hubungan-hubungan sosial maupun sikap masyarakat akhir-akhir ini.
Menurut Latupati, sebagai bagian dari suatu forum pimpinan seluruh kepala desa yang ada di pulau Moa. Tentu merasa berkepentingan agar proses ini tidak mengurangi atau mendistorsi, pergaulan-pergaulan masyarakat yang selama ini telah berjalan aman dan damai.
Dikatakan Latupati, dengan mencermati adanya penggunaan salam kalwedo yang digunakan sebagai jargon maka tentu sebagai salam khas seluruh masyarakat MBD. Mengandung nilai budaya dan adat istiadat yang kemudian, digunakan dalam setiap perjumpaan sosial. Baik antara orang perorang maupun antar kelompok pada acara pemerintahan maupun acara keagamaan.
Diungkapkan bahwa salam kalwedo milik semua masyarakat MBD yang mengandung nilai pemersatu, kebersamaan, saling mencintai orang basudara, salam identitas atau jati diri yang patut dijaga sehingga tidak menjadi luntur atau keluar dari hakekatnya.
Penggunaan salam kalwedo sebagai jargon oleh pasangan calon Nikolas Johan kilikily dan Desianus Orno. Secara sadar Telah keluar dari hakekat nilai yang dikandung dari salam kalwedo. Mempengaruhi prilaku pergaulan dalam aktifitas keseharian masyarakat di kabupaten MBD, ujar Latupati.
Penggunaan salam tersebut sebagai jargon telah membuat keresahan semua lapisan masyarakat, sehingga sungkan untuk menggunakannya. Alasannya karena tidak ingin dipandang sebagai bentuk dukungan kepada pasangan calon tersebut, tandas Latupati.
Aspek hukum tidak dipersoalkan, tetapi destruksi terhadap aspek nilai dan falsafah yang dikandung dalam salam kalwedo patut dipandang sebagai ancaman dalam penyelenggaraan pilkada tahun ini (2020 Red). Sehingga menghasilkan pilkada bermartabat, aman, damai dan tidak menimbulkan konflik, tutur Latupati mengakhiri. (VQ)