Respon Pemkab MBD Soal Demo Damai GMNI
Tiakur, EXPO MBD
Aksi demo damai DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Maluku Barat Daya (MBD) diterima Pemerintah Kabupaten (Pemkab) MBD dan pernyataan sikap direspon baik melalui diskusi bersama Wakil Bupati MBD, Agustinus Lekwarday Kilikily didampingi Kapolres MBD, Budhi Suriawardhana dan Pj. Sekda MBD, Daud Reimialy bersama Dinas Kesehatan dan pihak RSU Tiakur. Bertempat di ruang rapat kantor bupati MBD, Rabu (09/04/2025).
Wabup Kilikily memberikan apresiasi kepada DPC GMNI MBD sebagai bentuk penghormatan terhadap kebebasan berpendapat dan ekspresi yang dilakukan dengan bertanggung jawab. Ini merupakan bagian penting dari demokrasi menuju perubahan yang baik.
Pada prinsipnya, Ia menyampaikan bahwa ini soal penyelenggara kesehatan, tenaga kesehatan, peralatan medis dan obat-obatan. Tentu menjadi masukan untuk kemudian disampaikan kepada Bupati MBD, Benyamin Thomas Noach guna mengambil Langkah penyelesaian sehingga meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Menurutnya, perlu dijelaskan bahwa RSUD Tiakur ini adalah Tipe D dengan peran sebagai transit sebelum dirujuk, terbatas tenaga kesehatan, peralatan sederhana, kebutuhan obat untuk penyakit ringan dan pertolongan pertama. Pemerintah Daerah sementara berupaya meningkatkan status menjadi Tipe C.
Olehnya, tipe Rumah Sakit sangat menentukan kebutuhan tenaga kesehatan, peralatan medis, serta obat-obatan yang tersedia. Sedangkan obat kadulauarsa yang masih ditemukan di tingkat Puskesmas perlu dimusnahkan sesuai dengan regulasi yang berlaku untuk mencegah resiko kesehatan dan lingkungan, ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan yang diwakili Kepala Bidang Farmasi dan Sumber Daya Kesehatan, Eros Akse mengatakan bahwa sejauh ini Dinas Kesehatan sudah dan akan melaksanakan pembekalan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan.
Beberapa diantaranya, pelatihan perawatan Rumah Sakit untuk penanganan kardiovaskuler dasar, pelatihan konseling menyusui (end user), pelatihan pelayanan Antenatal Care dan penggunaan USG dasar obsteri terbatas, pelatihan pelayanan kontrasepsi bagi bidan dan dokter di fasyankes, pelatihan petugas mikroskopis malaria bagi tenaga Ahli Teknologi Laboratorium Medik, Surveilabs penyakit yang dapat di cegah dengan Imunisasi (PD3I) bagi petugas Surveilans di Puskesmas, ujarnya.
Soal obat kadaluarsa yang menjadi tren akhir-akhir ini. Obat itu pasti kadaluarsa, sebab lama waktunya ditentukan 2 tahun oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan, dibanding sebelumnya ditentukan 3 sampai 5 tahun, ulasnya.
Mekanisme pengadaan obat sampai ke gudang farmasi Dinas Kesehatan, berkisar antara 1 sampai 6 bulan. Dibutuhkan lagi waktu 1 sampai 2 bulan untuk pemeriksaan sebelum didistribusi ke puskesmas. Ditambah kapasitas penyimpanan puskesmas belum sepenuhnya memadai sehingga distribusi obat tidak maksimal dan harus didistribusi bertahap sesuai laporan. Pengecualian bagi puskesmas Wonreli dan Serwaru, sudah memadai untuk kapasitas penyimpanan, ucapnya. (exp01)